Ketika Orang Jahil Bicara, Sedang Orang ‘Alim Malah Diam?

Ang Rifkiyal

Ketika orang-orang jahil bebas berkoar terhadap suatu urusan yang bukan keahliannya, itu memang bahaya. Namun ketika orang-orang ‘alim hanya diam atas urusan yang menjadi keahliannya, itu lebih bahaya.

Dulu, saat media sosial belum ada, panggung bicara hanya terbatas untuk orang-orang yang dianggap ahli di bidangnya. Mimbar-mimbar berpendapat khusus bagi orang yang terpercaya dan teruji.

Semisal masalah kesehatan adalah ranahnya dokter, masalah politik adalah ranahnya politikus, masalah hukum adalah ranahnya ahli hukum, masalah agama adalah ranahnya Kiyai dan Ulama.

Namun kini, di saat setiap orang diberikan kebebasan dalam berbicara, di saat media sosial terbuka sebagai sarana berpendapat, kita seringkali melihat orang kebablasan berbicara untuk urusan yang bukan keahliannya.

Pedahal Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

Artinya:
“Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat.” (HR. Bukhari)

Suatu urusan harus diserahkan pada ahlinya. Termasuk dalam hal berbicara dan menyajikan wacana.

Mungkin, kita bisa melihat ada orang yang berbicara seputar hukum pedahal dia sendiri tidak pernah belajar ilmu hukum. Ada orang mengajari bedah perut pedahal dia sendiri bukan dokter ahli bedah. Ada orang “berfatwa” agama pedahal ia sendiri bukan ahli agama.

Lebih parah lagi, bila orang-orang yang demikian malah berani membantah orang-orang yang justru ahli di bidangnya. Dimana para ahli ini sudah berproses dengan belajar bertahun-tahun, dites, diuji hingga disertifikasi. Namun malah dinyinyiri oleh orang yang tidak pernah melalui proses apapun dan tidak punya kapasitas apapun.

Parah bukan?

Keparahan ini belum seberapa. Sebab, lebih parah lagi bila orang-orang yang dianggap ahli banyak diam. Dan membiarkan urusan yang menjadi keahliannya terbengkalai dikerumuni orang-orang awam.

Ada banyak ahli yang tidak mau ambil pusing. Ada banyak ahli yang memilih mencari aman dan tidak mau ambil resiko atas apa yang ia ketahui. Dan ini adalah laknat karena termasuk dalam bab menyembunyikan ilmu.

Oleh karena itu, kita dituntut untuk mengukur diri.

Jika kita “bodoh” dan bukan ahli dalam bidang yang bukan keahlian kita, maka jangan sekali-kali kebablasan berbicara atas sesuatu yang tidak kita ketahui. Cukup ikuti dan mempercayakan pada ahlinya.

Dan apabila kita termasuk ahli dan memahami suatu urusan sesuai dengan latar pendidikan yang kita miliki, maka jangan lelah untuk berbagi. Jika tidak saat ini lantas kapan lagi? Kita tidak sedang ingin menyesal di kemudian hari.

__
Oleh: Ang Rifkiyal

Bagikan ke: