Keputusan Gubernur Jawa Barat yang tertuang dalam surat No. 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian Covid 19 di Lingkungan Pondok Pesantren menuai kontroversi dan kritikan dari berbagai pihak khususnya kalangan pesantren.
Pasalnya dalam surat yang ditetapkan dan ditanda tangani oleh Gubernur Jawa Barat, Mochamad Ridwan Kamil pada tanggal 11 Juni 2020 itu terdapat contoh surat pernyataan yang harus dibuat oleh pondok pesantren.
Dimana salah satu poin dalam contoh surat pernyataan tersebut terdapat poin kesedian pesantren untuk menerima sangsi apabila melanggar protokol kesehatan penanganan covid 19 yang ditembuskan pada bupati/walikota dan pihak kepolisian.
Ketua Rijalul Ansor Kabupaten Bandung Barat, Ajengan Anwar Hutomi menilai contoh surat pernyataan dalam keputusan Gubernur Jawa Barat tersebut tidak selayaknya disodorkan kepada pesantren. Mengingat pesantren merupakan simbol kemandirian lembaga pendidikan keagamaan di masyarakat dan memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Menurut Ajengan Anwar, sebaiknya keputusan Gubernur tentang protokoler pengendalian covid 19 di lingkungan pesantren tersebut direvisi. Sebab keharusan pihak pesantren untuk membuat pernyataan yang didalamnya siap disangsi terkesan mengancam.
“Saya kira secepatnya harus di revisi atau dicabut kepgub-nya Karena itu telah mengancam pondok pesantren,” ujarnya melalui pesan yang diterima santripedia, Minggu (14/6/20).
Ajengan Anwar meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak asal membuat keputusan terhadap pesantren terkait pengendalian covid-19. Apalagi dengan membuat aturan yang terkesan menekan, sementara kondisi dan kemampuan pesantren saat ini masih terbatas.
“Pesantren itu mitra pemerintah, bukan bawahan. Jika memang peduli terhadap pesantren, lebih baik sediakan fasilitas dan bantuan untuk memenuhi standar protokol kesehatan dalam penanganan covid 19,” ujarnya.
(Ang Rifkiyal)