Salah satu materi pokok yang biasa disampaikan dalam kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr atau Manhaj Al-Fikr li Ahl Sunnah Wa al-Jama’ah. Materi ini menjadi penting untuk disampaikan karena menjadi landasan bagi seseorang ketika bergerak, bertindak, dan berperilaku dalam bingkai ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja).
Ketika seseorang mengaku sebagai bagian dari muslim aswaja, maka ia harus memahami aswaja yang menjadi identitasnya tersebut. Sehingga ketika ia bertindak dan berperilaku, maka tindakan dan perilakunya sesuai dengan cara-cara sesorang yang menganut pemahaman aswaja. Oleh karena, penguatan kerangka berfikir harus dipelajari karena merupakan landasan dan dasar bagi seseorang dalam melakukan suatu tindakan dan gerakan.
PMII dan Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr
Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem keagamaan mayoritas umat islam. Di mana Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengamalan keyakinan Tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap kaum muslimin. Akarnya tertananam dalam pada pemahaman dan perilaku penghayatan kita masing masing dalam menjalankan Islam.
Selama ini proses reformulasi Ahlussunnah wal Jama’ah telah berjalan, bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah madzhab (qauli). Padahal di dalam Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh.
Selain itu, gugatan muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut dan dari penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah wal-jama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir).
Namun, gagasan Ahlusunnah wal Jama’ah sebagai Manhajul Fikr ini masih menyisakan PR yang harus segera di selesaikan, yakni bagaimana rumusan metode berfikir yang dimiliki oleh Ahlusunnah wal Jama’ah dalam menjawab setiap problem kehidupan ini?. Dari pertanyaan ini, maka lahirkan konsep Manhajul Fikr liahli Sunnah wal Jama’ah yang di gali dan diperas dari gagasan para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah.
PMII melihat bahwa gagasan tersebut sangat relevan dengan perkembangan zaman, selain karena alasan muatan doktrinal Aswaja selama ini yang terkesan terlalu kaku. Sebagai manhaj, Aswaja menjadi lebih fleksibel dan memungkinkan bagi pengamalnya untuk menciptakan ruang kreatifitas dan menelorkan ikhtiar-ikhtiar baru untuk menjawab perkembangan zaman.
Bagi PMII, Aswaja juga menjadi ruang untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna bagi setiap tempat dan zaman. Islam tidak diturunkan untuk sebuah masa dan tempat tertentu. Kehadirannya dibutuhkan sepanjang masa dan akan selalu relevan. Namun relevansi dan makna tersebut sangat tergantung kepada kita, pemeluk dan penganutnya, memperlakukan dan mengamalkan Islam.
Di sini, PMII sekali lagi melihat bahwa Aswaja merupakan pilihan paling tepat di tengah kenyataan masyarakat kepulauan Indonesia yang beragam dalam etnis, budaya dan agama.
Download Buku Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr (PDF)
Untuk memahami aswaja sebagai Manhaj al-Fikr, selain daripada mengikuti kegiatan diskusi dan seminar, kader PMII juga mampu membaca banyak sumber dan referensi dari buku. Ada banyak buku yang membahas tentang Aswaja dan Manhaj al-fikr. Selain itu, banyak pula artikel-artikel singkat yang membahas tentang aswaja dan manhaj al-Fikr.
Namun salah satu sumber yang menjadi relevan untuk dibaca adalah apa yang datang dan dirumuskan dari organisasi PMII itu sendiri. Contohnya dari kegiatan diskusi dan buku yang dikeluarkan oleh organisasi PMII.
Berikut ini adalah buku tentang Aswaja Sebagai manhaj al-Fikr yang dirumuskan oleh organisasi Pergerakan Mahasiswwa Islam Indonesia (PMII):
Download